Ketua Yarsis, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA saat meninjau RSI Nyai Ageng Pinatih (RSI NAP). INPhoto/Pool

INFONews.id I Gresik - Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) yang menaungi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) kini memiliki satu rumah sakit lagi di Gresik, bernama RSI Nyai Ageng Pinatih (RSI NAP). Kepemilikan ini menambah kesempatan lebih luas lagi bagi mahasiswa Unusa dalam memilih tempat praktik. Sebelumnya Yarsis memiliki dua rumah sakit, yaitu RSI A. Yani dan RSI Jemursai keduanya di Surabaya.

Sebelumnya nama rumah sakit adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinatih Gresik. Yarsis mengubah menjadi RSI Nyai Ageng Pinatih dan menjadi rumah sakit umum tipe C. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus tempat pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran dan kesehatan, khususnya bagi mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA).

“Kami akan memperluas cakupan layanan dan kualitas kesehatan dan karenannya kami tingkatkan dari RSIA menjadi rumah sakit umum tipe C, dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 107. Layanannya kami perluas dan kualitas kami tingkatkan,” kata Ketua Yarsis, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA.

Sejak 19 Oktober 2019 RSIA Nyai Ageng Pinatih secara resmi bergabung dengan Yarsis. M. Nuh, mengatakan penggabungan RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik ke dalam Yarsis bersama-sama RSIS A.Yani dan RSIS Jemursari dimaksudkan untuk memperkuat sinergi dan berbagi sumberdaya, dengan harapan mampu memberikan layanan maksimal kepada masyarakat Gresik dan sekitar.

Dengan penggabungan ini, Yarsis sekarang mengelola tiga rumah sakit dan satu universitas, yaitu RSIS A. Yani Surabaya, RSIS Jemursari Surabaya, RSI Nyai Ageng Pinatih Gresik, dan UNUSA.

Nuh menjelaskan, dengan berbekal pengalaman dan sumberdaya yang dimiliki, melalui kerjasama dengan PCNU-Muslimat, Yarsis akan terus mengembangkan Rumah Sakit di beberapa daerah. Semua itu dilakukan karena layanan kesehatan masih sangat terbatas dan harus ditingkatkan.

Sebagai gambaran, jumlah bed per seribu penduduk baru 1,18 bed. Di Asia (20 negara) rata-rata 3,3 bed per seribu penduduk. Demikian pula jumlah dokter,0 baru 0,4 dokter per seribu penduduk, sedangkan di Asia 1,2 dokter per seribu penduduk.

"Inilah salah satu alasan mengapa kami berupaya terus mengembangkan rumah sakit di beberapa daerah melalui skema kerjasama dengan PCNU-Muslimat, sekaligus kita dedikasikan dalam rangka 100 tahun Nahdlatul Ulama,” katanya.

Karena keterbatasan lahan sekitar 3.000 m2, maka konsep RSI Nyai Ageng Pinatih mengambil Small in Modernity (kecil namun modern). Kamar Operasi misalnya, menggunakan kamar operasi berbasis MOT (Modular Operating Theater) dengan dual pressure, bisa memilih yang bertekanan negatif atau positif. Ini sangat dibutuhkan, khususnya saat Pandemi Covid.

“Kami bertekad untuk meningkatkan modernitas tersebut melalui kualitas infrastruktur, alat kesehatan, sistem informasi dan layanan, serta kualitas para dokter, tenaga kesehatan dan tenaga pendukung lainnya,” kata Nuh.

Disamping melayani layanan kesehatan bagi masyarakat, RSI Nyai Ageng Pinatih ini juga sebagai tempat pembelajaran bagi mahasiswa Unusa, khususnya mahasiswa Kedokteran dan Kesehatan. Di Kamar Operasi misalnya, dilengkapi dengan peralatan yang memungkinkan mahasiswa Unusa yang berada di Surabaya (dimanapun) bisa mengikuti secara langsung proses operasi yang sedang di lakukan di RSI Nyai Ageng Pinatih.

Demikian juga mahasiswa di Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) yang lain. "Intinya, rumah sakit yang kami bangun, tidak hanya untuk layanan kesehatan, tetapi sekaligus sebagai saranan pembelajaran," ungkapnya.

Nuh menambahkan, dalam memberikan layanan, pihaknya bekerjasama dengan BPJS-Kesehatan, Asuransi kesehatan maupun yang umum. "Kami berharap, kehadiran RSI Nyai Ageng Pinatih bisa menjadi kebanggaan masyarakat Gresik-sekitarnya, khususnya warga Nahdliyin, sekaligus sebagai ikhtiar untuk merawat dan mengembangkan warisan para sesepuh NU yang telah merintisnya sejak tahun 1970-an," imbuhnya.

Diantara alat-alat canggih yang frekuensi penggunaannya paling tinggi adalah Ultrasonografi (USG) 4 Dimensi. Sama seperti USG 2 dimensi atau 3 dimensi, dengan USG 4 dimensi ini dapat menampilkan kondisi kehamilan, mulai dari keadaan rahim, wujud janin, hingga gangguan yang terjadi di dalam kandungan.

Dokter kandungan RSI NAP yang juga dosen Unusa, dr Fariska Zata Amani, mengatakan teknologi pada USG 4 dimensi lebih canggih. “lUSG 4 dimensi mampu menyajikan gambar bergerak seperti video, sehingga pasien bisa melihat aktivitas janin secara lebih jelas, misalnya saat tersenyum, menguap atau gerakan lain. Tidak hanya itu, pasien juga bisa melihat bagian tubuh janin secara lebih nyata

"USG 4 dimensi tidak hanya membantu orang tua yang penasaran melihat buah hatinya. Tapi juga membantu dokter kandungan dalam mendeteksi kemungkinan adanya gangguan atau abnormalitas pada janin, serta kondisi organ-organ tubuh janin. Sehingga dokter bisa segera melakukan langkah-langkah penanganan," pungkasnya.

Editor : Alim

Berita Terbaru